Sengaja kami datang lebih awal, sebelum kegiatan Road Service dilaksanakan esok hari. Sebuah kegiatan bagi kami yang merupakan acara pelopor, bagi kegiatan kreativitas pemuda berikutnya. Seakan tak ingin tertinggal dengan semangat "ngresiki" dan "nyaponi" gereja tercinta, Greja Kristen Jawi Wetan.
Eko Adi Kustanto (37) biasa dipanggil Totok. Pendeta yang masih merasa muda ini gemar sekali travelling. Menurutnya dengan melakukan perjalanan, seorang pendeta bisa melakukan apa saja untuk mendukung sebuah pelayanan. Ditanya soal ide Road Service ini, ia menegaskan, Road Service bukan ide siapa-siapa. Road Service muncul dari sebuah jagongan yang disuguhi data, betapa kita seringkali terjebak dalam sebuah birokrasi dan diskusi, yang akhirnya menjadikan gereja dianggap tidak cepat menanggapi sebuah permasalahan. Orang muda jadi merasa menjadi korban dari keadaan tersebut, karena biasanya anak muda cenderung lebih suka “tidak diatur”. Dari situlah pendeta muda yang ikut jagongan memunculkan sebuah pertanyaan, "Apakah yang bisa kita lakukan?" Roh dari acara ini adalah pisungsung, di mana sebagai seorang pendeta muda, apa yang bisa diberikan untuk gereja. Meskipun ini sebuah pisungsung dari para pendeta muda tersebut, namun pisungsung ini tidak bisa dilakukan sendiri, tanpa bantuan dari banyak pihak, tua maupun muda, dari para pendeta maupun bukan pendeta.
Mimpi terbesar setelah acara Road Service ini adalah menuliskan sejarah hidup bergereja, karena sejatinya gereja kita memiliki pattern pada Kristus yang kemudian terpola pada sebuah struktur, yang terpola dalam otoritas atas bawah. Namun di sisi lain ada juga pergerakan di mana tanpa sebuah struktur pergerakanya sangat cepat. Pada akhirnya jemaat atau komunitas dalam gereja tidak melihat gereja hanya dari sudut pandang satu saja, tetapi terjadi integrasi antara organisatoris yang cepat merespon konteks sehingga menjadi gereja yang mulia.
Salah satu rangkaian materi yang diusung dalam kegiatan Road Service adalah ibadah, tutur Gideon Hendro Buwono (31) yang biasa dipanggil Gide, salah satu pendeta muda penggagas Road Service. Menurutnya, ibadah adalah hal yang sangat umum, menjadi sebuah simbol kekristenan. Ibadah di GKJW ternyata berjarak antar generasi tuturnya. Momen ini juga merupakan kesempatan dalam upaya menjembatani jarak ini.
Ada satu hal yang akan cukup menarik bahwa dalam ibadah ini terdapat bagian yang menitik beratkan pada sisi pastoral, yang kerap disebut altar call. Konsep dasarnya adalah sentuhan langsung dari umat dengan penciptanya. Ada satu momen di mana jemaat diminta dengan sadar datang ke depan mimbar untuk berbicara langsung dengan pendeta-pendeta yang melayani. Tidak kurang dari 30 orang pendeta akan melayani pada bagian ini. Satu orang pendeta untuk satu orang jemaat. Jemaat akan menceritakan secara singkat tentang apa yang dia ingin ceritakan lalu didoakan. Konsep altar call ini dilakukan dengan tujuan jemaat secara pribadi merasakan sentuhan penciptanya, atas segala hal yang terjadi dalam kehidupannya melalui sosok pendeta yang adalah simbol dari kehadiran Tuhan sendiri.
Konsep inilah yang diharapkan secara kuat dapat mengubah stigma enggannya pemuda untuk ikut bagian dalam ibadah di GKJW karena merasa nggak asyik, karena tidak cukup mewadahi kebutuhan nuraninya untuk mencurahkan isi hatinya, dan tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.
Pada rangkaian gelaran kegiatan Road Service dengan ibadah sebagai dasarnya, akan ada banyak wawasan dalam banyak forum diskusi yang asyik. Yuk, jangan ketinggalan dan terus ikuti berita-berita terkini Road Service #1 di GKJW Jemaat Mojokerto pada 22 Mei 2016.
(Bi & Pa)
Sumber : #RoadServiceGKJW
Eko Adi Kustanto (37) biasa dipanggil Totok. Pendeta yang masih merasa muda ini gemar sekali travelling. Menurutnya dengan melakukan perjalanan, seorang pendeta bisa melakukan apa saja untuk mendukung sebuah pelayanan. Ditanya soal ide Road Service ini, ia menegaskan, Road Service bukan ide siapa-siapa. Road Service muncul dari sebuah jagongan yang disuguhi data, betapa kita seringkali terjebak dalam sebuah birokrasi dan diskusi, yang akhirnya menjadikan gereja dianggap tidak cepat menanggapi sebuah permasalahan. Orang muda jadi merasa menjadi korban dari keadaan tersebut, karena biasanya anak muda cenderung lebih suka “tidak diatur”. Dari situlah pendeta muda yang ikut jagongan memunculkan sebuah pertanyaan, "Apakah yang bisa kita lakukan?" Roh dari acara ini adalah pisungsung, di mana sebagai seorang pendeta muda, apa yang bisa diberikan untuk gereja. Meskipun ini sebuah pisungsung dari para pendeta muda tersebut, namun pisungsung ini tidak bisa dilakukan sendiri, tanpa bantuan dari banyak pihak, tua maupun muda, dari para pendeta maupun bukan pendeta.
Mimpi terbesar setelah acara Road Service ini adalah menuliskan sejarah hidup bergereja, karena sejatinya gereja kita memiliki pattern pada Kristus yang kemudian terpola pada sebuah struktur, yang terpola dalam otoritas atas bawah. Namun di sisi lain ada juga pergerakan di mana tanpa sebuah struktur pergerakanya sangat cepat. Pada akhirnya jemaat atau komunitas dalam gereja tidak melihat gereja hanya dari sudut pandang satu saja, tetapi terjadi integrasi antara organisatoris yang cepat merespon konteks sehingga menjadi gereja yang mulia.
Salah satu rangkaian materi yang diusung dalam kegiatan Road Service adalah ibadah, tutur Gideon Hendro Buwono (31) yang biasa dipanggil Gide, salah satu pendeta muda penggagas Road Service. Menurutnya, ibadah adalah hal yang sangat umum, menjadi sebuah simbol kekristenan. Ibadah di GKJW ternyata berjarak antar generasi tuturnya. Momen ini juga merupakan kesempatan dalam upaya menjembatani jarak ini.
Ada satu hal yang akan cukup menarik bahwa dalam ibadah ini terdapat bagian yang menitik beratkan pada sisi pastoral, yang kerap disebut altar call. Konsep dasarnya adalah sentuhan langsung dari umat dengan penciptanya. Ada satu momen di mana jemaat diminta dengan sadar datang ke depan mimbar untuk berbicara langsung dengan pendeta-pendeta yang melayani. Tidak kurang dari 30 orang pendeta akan melayani pada bagian ini. Satu orang pendeta untuk satu orang jemaat. Jemaat akan menceritakan secara singkat tentang apa yang dia ingin ceritakan lalu didoakan. Konsep altar call ini dilakukan dengan tujuan jemaat secara pribadi merasakan sentuhan penciptanya, atas segala hal yang terjadi dalam kehidupannya melalui sosok pendeta yang adalah simbol dari kehadiran Tuhan sendiri.
Konsep inilah yang diharapkan secara kuat dapat mengubah stigma enggannya pemuda untuk ikut bagian dalam ibadah di GKJW karena merasa nggak asyik, karena tidak cukup mewadahi kebutuhan nuraninya untuk mencurahkan isi hatinya, dan tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.
Pada rangkaian gelaran kegiatan Road Service dengan ibadah sebagai dasarnya, akan ada banyak wawasan dalam banyak forum diskusi yang asyik. Yuk, jangan ketinggalan dan terus ikuti berita-berita terkini Road Service #1 di GKJW Jemaat Mojokerto pada 22 Mei 2016.
(Bi & Pa)
Sumber : #RoadServiceGKJW
0 komentar:
Posting Komentar