
Pria yang suka wisata kuliner makanan Indonesia ini menjelaskan
bahwa Road Service sebenarnya bukan sebuah keputusan Majelis Agung tetapi ini
sebuah gagasan dari para Pendeta muda terkait kebutuhan ketika melihat
bagaimana para pemuda itu perlu sebuah tempat atau wadah bagi mereka untuk
beribadah. Seperti yang terlihat di dalam rangkaian liturgi terkesan bahwa
memang para pemuda itu butuh wadah. Sebenarnya terlihat ada kesetiaan kepada
gereja dari mereka, hanya mungkin apa yang diharapkan itu tidak bisa berjalan
karena permasalahan komunikasi antara jemaat yang sepuh dan jemaat yang muda.
Road Service itu digagas kaitannya juga
memperhatikan apa yang terjadi di dalam para pemuda itu sendiri. Itulah ruang
yang sedang disiapkan oleh teman-teman pemuda, entah bagaimana bentuknya hal
ini diterima atau tidak, tapi persoalannya adalah kita sedang menggali sebuah
kemauan, harapan yang dimiliki oleh pemuda terkait mengenai kehidupan GKJW ke
depan. Road Service ini adalah ruang untuk menampung para muda ketika kita
mencoba mengekspresikan ibadah di dalam sebuah bentuk ibadah yang kreatif. “Kita
belum mengevaluasi apakah hal ini diterima atau tidak, tapi yang penting bagi
mereka ada suatu wadah supaya kemudian orang tidak berpikir bahwa GKJW
begitu-begitu saja”, terangnya. Sementara tidak bisa dipungkiri bahwa
perkembangan teologi yang berkembang di luar GKJW itu sangat pesat dan itu bisa
mempengaruhi para muda terkait dengan kehidupan rohaninya.
“Jaman sekarang itu urusannya kan puas dan
tidak puas, tapi kalau tidak puas saya itu easy
going , saya bisa kesana-kemari. Itulah yang kemudian GKJW tidak memberikan
patokan, tetapi juga harus mencoba menangkap dalam kaitannya membina para muda
yang merupakan bagian dari GKJW itu sendiri”, ujar bapak dari tiga anak ini.
Road Service adalah sesuatu yang memang perlu disuguhkan untuk menampung
aspirasi teman-teman muda sekaligus kita punya kepentingan adalah menjelaskan
siapa GKJW. Apakah GKJW itu seperti yang mereka bayangkan? Apakah GKJW itu tidak bisa berkembang dan berubah? Itulah
dinamika yang harus kita buat di dalam acara setelah ibadah. Ibadah itu hanya
satu saja, awal untuk menyatukan mereka, kemudian membangun persepsi lewat
diskusi dan komunikasi.
Arus informasi adalah sebuah produk modern,
tentu tidak bisa kita abaikan yang mungkin artinya gereja itu menolak, hal
tersebut harus kita ikuti. Sebab jika tidak kita ikuti, pasti akan berdampak
pada akibat itu sendiri yaitu kita akan menjadi generasi yang tertinggal.
Tetapi itu tidak mungkin, karena kebutuhan global yang memang harus terpenuhi.
Hanya saja persoalannya adalah gereja belum begitu konsentrasi dalam menyiapkan
era itu dan itu memang perlu dibicarakan secara khusus sehingga ketika ketika arus
modern dan produknya sudah masuk, gereja juga sebenarnya sudah menyiapkan program-program
yang dapat dijadikan antisipasi dengan mempersiapkan para muda untuk perubahan
yang terjadi. Hal ini disebut juga transisi, dari era yang semula tradisional
menjadi era modern adalah sebuah keadaan yang harus kita siapkan, dan gerejapun
juga harus demikian.
Pemuda itu sendirilah yang sebenarnya lebih
menguasai daripada yang sepuh. Kalau
ingin itu juga diantisipasi yang kaitannya dengan menyiapkan semuanya, pemuda
juga harus dilibatkan atau terlibat penuh dalam gerejanya. Itu sebabnya semangat untuk memiliki ‘Aku Untuk GKJW’
sebenarnya disitu. “Sudah saatnya pemuda itu tampil. Tidak usah kemana-manalah,
ini tempatmu, bisa duduk disini, bergumul dengan persoalan-persoalan teologi.
Kalo mau lirik-lirik silahkan, tapi tetaplah di tempat ini kita openi. Hanya saja kita menunggu saja
transisi ini akan berjalan dengan baik, nanti merekalah juga yang akan menyiapkan
untuk masuk di era sana”, paparnya.
Kaitannya dengan IT bukan kita tolak tetapi
ayo kita bersama-sama mempersiapkan itu dengan baik misalnya diimbangi dengan
pembinaan etikanya. Banyak filter-filter dan pengaruh yang positif bagi kita
disana. Itulah tugas gereja yang perlu disiapkan ke depan terkait dengan masa
depannya pemuda, karena kita tidak tau dunia yang akan datang, tetapi beberapa
dampak sudah kita rasakan di era saat ini.
Kalau cita-cita saya kita diwarisi lahan
apapun oleh nenek moyang kita ini sudah baik, jangan sampai lahan yang sudah
dipercayakan kepada kita menjadi hilang begitu saja. Saya yakin para muda GKJW
ini banyak yang pandai dan berbakat, yang mampu menjadi orang hebat. Orang GKJW
ada dimana-mana, hanya ketika kita butuh, mungkin belum punya wadah yang
representatif. Kita jadikan hal ini maksimal dengan kita warga GKJW di Jawa
Timur yang kurang lebih sejumlah 134.000 jiwa kita bangun bersama.
Ruang yang diciptakan oleh para muda ini juga
bisa membangun yang harapannya dapat melanjutkan komunikasi yang telah kita
buat dalam Road Service atau acara lainnya. Kita bisa ciptakan
pemerhati-pemerhati. Di era ini bukan hanya mengenai gereja saja, tetapi
perkembangan lainnya di luar sana jadi penguat kita. Dimulai dari GKJW dengan kita dapat ambil bagian dan terus
berkembang. Jelas belum sepurna, tetapi akan jadi sempurna saat kita bersukacita.
Semoga Road Service tidak berhenti di Malang
nanti yang ini adalah ruang untuk menyalurkan aspirasi pemuda agar terlibat di
kegiatan gerejanya. Saya berharap ada intelektual kita dan jangan sampai
mundur. Kita (gereja )tidak bisa diam karena era yang terus maju dan
berkembang. Lebih baik mewadahi diri disini karena kita disini dekat Tuhan dan
ketika sepandai-pandainya seseorang pasti akan mengandalkanTuhan, sehingga
tetap terbatasi oleh campur tangan Tuhan
“Saya minta tolong kepada teman-teman pemuda,
wis ini punyamu, ini rumahmu, ayo dibenahi bersama, kita berkumpul bersatu
kalau gak cocok ya ngomong! Saya ingin
teman-teman pemuda itu mengambil alih apa yang bisa menjadi kreativitasnya
untuk mengembangkan aset yang diberikan Tuhan kepada kita apapun itu. Semua
kita awali dari diri kita sendiri. Kita upayakan menjadi baik, Tuhan memberkati
itu”. (Ce)
Sumber : www.roadservicegkjw.com
Sumber : www.roadservicegkjw.com
0 komentar:
Posting Komentar